Harga Gas Murah Industri Bakal Diperluas? Ini Kata ESDM

SHARE  

tambang minyak lepas pantail Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan pihaknya tengah melakukan komunikasi dengan Kementerian Perindustrian guna membahas perihal kelanjutan kebijakan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri.

“Kita lagi komunikasi sama Kementerian Perindustrian kan HGBT-nya 2025 kan, 2024-nya kan habis, sudah kita komunikasi terus dengan Kementerian Perindustrian,” ungkap Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (6/3/2024).

Dia mengatakan, pemerintah memerlukan evaluasi kebijakan tersebut agar harga gas US$ 6 per MMBTU bagi tujuh sektor industri tertentu tersebut bisa menguntungkan, baik untuk negara juga untuk industri.

“Kita itu tujuannya secara negara ya antara pemerintah dan stakeholder. Ada Pemda, industri, makanya diperlukan evaluasinya itu,” tambah dia.

Namun demikian, dia mengakui memang terjadi penurunan penerimaan negara karena menurunnya penerimaan dari sisi bagi hasil di hulu minyak dan gas bumi (migas). Oleh karena itu, pihaknya pun menginginkan solusi agar HGBT bisa menguntungkan bagi semua pihak.

“Kita ingin industri maju, kita ingin juga nanti sesuai dengan yang dialokasikan, kan memang betul terjadi penurunan penerimaan dari sisi pemerintah, memang betul dari sisi itu. Bukan hilang artinya. Tapi itu kan dimanfaatkan oleh industri, sehingga industri jadi daya saingnya meningkat, industri tumbuh, pajak nambah, tidak ada PHK kira-kira seperti itu,” tandasnya.

Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No 134 Tahun 2020, kebijakan HGBT sendiri akan berakhir pada 2024.

Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi sempat menyebut, pemberian HGBT kepada tujuh sektor industri berdampak pada berkurangnya penerimaan negara. Potensi penurunan penerimaan negara dari harga gas US$ 6 per MMBTU untuk tujuh sektor industri pada 2023 diperkirakan mencapai lebih dari US$ 1 miliar atau sekitar Rp 15,68 triliun (asumsi kurs Rp 15.680 per US$).

“Tentu saja secara otomatis berkurang, kalau nilainya saat ini sedang kita coba evaluasi dan kalau saya mencatat mungkin jumlahnya di tahun 2023 ini bisa mencapai lebih dari US$ 1 miliar,” kata Kurnia dalam webinar Menelisik Kesiapan Pasokan Gas untuk Sektor Industri dan Pembangkit Listrik, Rabu (28/2/2024).

Begitu juga dari sisi serapan gas. Kurnia mengatakan, alokasi gas untuk industri tertentu tersebut masih belum terserap 100%.

“Penyerapan 7 industri kami lihat secara umum sudah membaik di 2023, realisasinya di atas 90%. Kenapa tidak terserap 100%, ini sedang kita lakukan evaluasi, dan memang faktornya cukup banyak,” kata dia.

Kurnia menjelaskan, setidaknya ada beberapa faktor yang membuat penyerapan gas penerima HGBT belum sepenuhnya. Pertama, faktor dari sisi hulu itu sendiri, di mana rencana-rencana produksi mengalami kendala operasional.

“Mengakibatkan ada alokasi yang sudah direncanakan dalam Kepmen (Keputusan Menteri), jadi ada sedikit fluktuasi kadang meningkat dan mungkin ada penurunan,” ujarnya.

Kedua, dari sisi midstream dan downstream, di mana terdapat beberapa industri yang belum mampu menyerap gas karena adanya kendala operasional atau karena adanya penghentian sementara untuk perawatan atau turn around.

“Mungkin sedang shutdown sementara atau dapat alternatif energi, kami sedang lakukan pendalaman,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, industri di dalam negeri tidak sedang mengalami deindustrialisasi. Buktinya, kata dia, sektor ini mencetak Purchasing Managers’ Index (PMI) di fase ekspansi selama 30 bulan beruntun.

Dia mengatakan, produktivitas industri manufaktur nasional menunjukkan geliat positif. Kenaikan produksi meningkat didorong permintaan baru, khususnya pasar domestik.

“Kami sangat mengapresiasi pelaku industri manufaktur di Indonesia yang masih memiliki kepercayaan tinggi dalam menjalankan usahanya secara impresif di tengah situasi ekonomi dan politik global yang belum stabil,” kata Agus dalam keterangan resmi, Jumat (1/3/2024).

“Data yang dirilis oleh S&P Global menunjukkan capaian PMI Manufaktur Indonesia tetap berada dalam fase ekspansi pada Februari 2024 sebesar 52,7,” tambahnya.

Untuk itu, imbuh dia, diperlukan kebijakan yang mendukung kinerja https://selerapedas.com/positif tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*